Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Merupakan wujudan dari sebuah Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Merdeka dengan SKTDLPK : No. 220/6813/436.7.3/2009. Badan Hukum Akte Notaris : No. 47 Tgl. 31 Desember 2008

INFO KONSUMEN

Mencermati Klausula Baku Perumahan
APA YANG DIMAKSUD KLAUSULA BAKU?
  • Klausula Baku (Standardized Clause) adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. contoh : perjanjian/kontrak, bon-bon pembelian, tiket perjalanan atau karcis parkir. Klausula Baku tersebut, biasanya merupakan isi atau ketentuan yang terdapat dalam kontrak standar (standardized contract). Kontrak standar tersebut merupakan perjanjian tertulis berupa formulir yang isi, bentuk serta cara penyelesaiannya dibakukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan lazimnya hanya memberikan pilihan take it or leave it kepada konsumen.
Dalam prakteknya, klasula baku yang tercantum dalam berbagai kontrak standar atau perjanjia baku, banyak dilakukan dalam transaksi penjualan/kredit perumahan, kendaraan bermotor, asuransi, perbankan, dll. Hal ini biasanya untuk mempermudahtransasksi perjanjian usaha. Pada dasarnya perjanjian baku tidak dilarang bagi pelaku usaha yang ingin menerapkan perjanjian dengan konsumen, kecuali yang merugikan pihak lain atau konsumen.
  • CIRI KONTRAK STANDAR ATAU PERJANJIAN BAKU
Biasanya isinya tertulis, ditetapkan secara sepihak untuk tujuan efisiensi dan dipersiapkan terlebih dahulu secara massal serta dicetak dalam jumlah banyak/tersedia setiap dibutuhkan. Masyarakat konsumen sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian.
  • BAGAIMANA POSISI PERJANJIAN BAKU DALAM UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 18 Undang-undang Perlindungan Konsumen, menyatakan terdapat 8 negatif list klausula baku yang dilarang bagi pelaku usaha untuk diterapkan pada konsumen, yaitu:
  • Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : a). Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, b). Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/ataujasa yang dibeli oleh konsumen, c). Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen, d). Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran, e). Menagtur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatanjasa yang dibeli konsumen, f). Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa, g). Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya, h). Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
  • Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapnya sulit dimengerti Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang isi, letak, bentuk dan pengungkapannya sulit dimengeti seperti diamanhakan pada Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen dinyatakan batal demi hukum
  • Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula agar sesuai dan memenuhi ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Posted on Sabtu, Oktober 10, 2009 by Media LPK Nusantara Merdeka and filed under | 0 Comments »

0 komentar:

Posting Komentar